Air dapat menyebabkan kerusakan yang lebih serius dibandingkan noda biasa atau bekas air pada batu. Bahkan, infiltrasi air adalah salah satu dari faktor besar yang mengakibatkan proses kerusakan pada material bangunan.
Pikirkan kerusakan pembekuan yang dapat akibatkan: pada suhu rendah, air mempenetrasi pada pori-pori batu dan kemudian menjadi es, hingga meningkatkan volume sebagai hasilnya, batu akan takluk oleh tekanan yang sangat kuat dari dalam. Tekanan ini dapat benar-benar (secara harafiah) menghancurkan batu. Fenomena yang sedikit diketahui tetapi mirip kepada skenario pernyataan diatas adalah infiltrasi pada material bangunan yang terbuat dari garam yang dilarutkan dalam air (contohnya solfat yang berasal dari hujan asam (acid), sodium klorida yang digunakan untuk melumerkan es di jalan, berbagai garam yang terdapat pada bahan perekat atau semen bila tidak digunakan dengan benar.
Garam-garam ini, pada kondisi dan suhu lembab tertentu, ketika dikirimkan kedalam batu melalui air, akan mengkristalisasi dan menambah jumlah mereka sendiri. Ini akan mengakibatkan tekanan yang hebat didalam material, yang dapat mengarah kepada permasalahan yang amat serius dalam jangka waktu yang singkat. Selain itu, garam sebagai hidroskopis, menarik lebih banyak kelembaban; ketika kita katakan bahwa lantai atau dinding “lembab”, pada banyak kasus itu dikarenakan oleh garam dan kadangkala garam ini juga dapat terlihat dalam bentuk endapan putih (pemekaran).
Muka bangunan yang terbuat dari batu selalu dipengaruhi oleh pembekuan dan putaran pencairan, itulah mengapa mereka butuh perlindungan tertentu. Kemampuan batu untuk menolak pembekuan dan putaran pencairan dan efek kelembaban terus-menerus dapat ditingkatkan dengan hebat (sampai 10 kali lipat) dengan pertolongan obat protektif.